Misteri Si Kecil Tak Bersengat: Mengungkap Keanekaragaman Lebah Endemik di Taman Nasional Wasur, Papua

Misteri Si Kecil Tak Bersengat: Mengungkap Keanekaragaman Lebah Endemik di Taman Nasional Wasur, Papua

Mengintip Karakteristik Morfologi dan Sarang Unik Lebah Tak Bersengat-Istimewa.-

DISWAY.ID PAPUA SELATANKekayaan alam Papua selalu menyimpan misteri yang menarik untuk ditelusuri. Di ujung timur Indonesia, terhampar permadani hijau luas yang dikenal sebagai Taman Nasional Wasur (TNW). Kawasan ini bukan sekadar hutan biasa, melainkan bagian integral dari lahan basah terbesar di Papua, sebuah ekosistem unik yang napas kehidupannya dipengaruhi oleh fluktuasi air musiman serta interaksi dinamis antara ekosistem laut dan darat.

Di balik dominasi vegetasi yang khas mulai dari Melaleuca sp., Lophostemon lactifluus, Xanthostemon sp., Acacia leptocarpa, hingga Eucalyptus sp. tersimpan peran ekologis krusial yang dimainkan oleh makhluk-makhluk kecil: lebah tak bersengat Wasur. Sebagai jantung dari ekosistem lahan basah terbesar di Indonesia, kawasan TNW adalah rumah utama bagi beragam spesies lebah ini, yang kehadirannya sangat vital dalam siklus ekologi, terutama dalam proses penyerbukan flora lokal. Tanpa peran mereka, rantai kehidupan di Wasur tentu akan terganggu.

 

Menyingkap Tabir Misteri di Tanah Papua

 

Meskipun memiliki fungsi ekologis yang tak terbantahkan, sayangnya, informasi mendalam mengenai keanekaragaman, distribusi, dan peran spesifik dari lebah tak bersengat Wasur masih sangat minim. Keterbatasan data inilah yang menjadi latar belakang krusial bagi sebuah penelitian yang digagas oleh dosen-dosen dari Universitas Musamus.

Melalui skema Penelitian Dasar Fundamental BIMA, tim peneliti yang diketuai oleh Dr. Jefri Sembiring, bersama anggotanya Desmina Kristiani Hutabarat dan Dandi Saleki, serta dukungan penuh dari tim Balai Taman Nasional Wasur, yaitu La Hisa dan Roni Wandikbo, terjun langsung ke lokasi penelitian. Bertempat di Kampung Yanggandur, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, penelitian ini dilaksanakan secara intensif dari bulan Juni hingga November 2025.

Tujuan utama riset ini sangat komprehensif: mengidentifikasi keanekaragaman spesies lebah tak bersengat Wasur, sekaligus mengumpulkan data-data detail mengenai karakteristik morfologi, DNA, tingkah laku harian, struktur sarang, dan jenis pakan yang mereka konsumsi.

 

Pendekatan Holistik untuk Karakteristik Lebah

 

Dalam keterangannya, Dr. Jefri Sembiring mengemukakan pendekatan yang mereka terapkan:

“Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisa karakteristik lebah tidak bersengat dengan melihat morfologi, variasi genetik, tingkah laku harian, struktur sarang dan jenis pakan yang sering dikunjungi.”

Proses penelitian dimulai dengan langkah strategis berupa diskusi bersama Balai Taman Nasional Wasur untuk merancang metode penentuan titik sampel yang paling representatif. Setelah perancangan matang, tahapan selanjutnya adalah pengambilan sampel yang berlokasi di Kampung Yanggandur, sebuah kampung yang berada dalam kawasan penyangga TNW.

Data awal menunjukkan bahwa penelitian mengenai lebah tak bersengat di Papua memang sangat jarang. Secara umum, hanya diketahui ada 12 spesies lebah tak bersengat di seluruh Papua, dan yang menarik, 9 spesies di antaranya merupakan endemik Papua-Australia. Fakta ini semakin menegaskan betapa pentingnya penelitian yang sedang berlangsung ini.

 

Perbedaan Struktur Sarang yang Mencolok

 

Sebelum penelitian ini, informasi mengenai jenis lebah tak bersengat Wasur telah tercantum dalam dokumen penting Balai Taman Nasional Wasur, yaitu Rencana Pengelolaan Jangka Panjang 2022-2031. Jenis yang telah teridentifikasi meliputi Tetragonulla cf mellipes, Playtrigona cf flaviventris, dan Austroplebeia cincta.

Namun, hasil temuan di lapangan memberikan data yang lebih spesifik mengenai habitat dan arsitektur sarang dua spesies kunci:

  • Tetragonulla sapiens ditemukan memilih bersarang di dalam rumah, menunjukkan adaptasi tinggi terhadap lingkungan manusia. Koloni spesies ini memiliki pintu sarang dengan ukuran yang lebih bervariasi.

  • Heterotrigona planifrons cenderung bersarang di rongga pohon kelapa. Menariknya, pintu sarang H. planifrons memiliki diameter yang lebih besar dan ukurannya lebih seragam dibandingkan T. sapiens.

Perbedaan signifikan juga terlihat pada arsitektur internal sarang. Koloni H. planifrons membangun struktur berlapis-lapis secara vertikal di dalam rongga sarangnya, sebuah pola yang sangat berbeda dengan struktur sarang yang dibangun oleh koloni T. sapiens. Perbedaan arsitektur ini memberikan petunjuk penting tentang strategi bertahan hidup dan reproduksi masing-masing spesies.

Saat ini, hasil temuan dari penelitian Lebah Tak Bersengat Wasur ini tengah berada dalam tahap peer review dan akan dipublikasikan secara ilmiah di jurnal internasional terakreditasi, yang tentu akan menjadi kontribusi berharga bagi ilmu pengetahuan. Keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari dukungan penuh pendanaan dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains Dan Teknologi, Direktorat Jenderal Riset Dan Pengembangan, serta kolaborasi dan izin penelitian dari Balai Taman Nasional Wasur dan Masyarakat Kampung Yanggandur.

Melalui penelitian ini, tabir misteri lebah tak bersengat Wasur perlahan tersingkap, memperkaya pemahaman kita tentang keunikan ekosistem Taman Nasional Wasur, dan menegaskan kembali betapa vitalnya peran si kecil tak bersengat ini sebagai penjaga kelestarian flora di lahan basah terbesar Papua.

Sumber: