Kuota Bahan Bakar Minyak Minim, Nelayan Papua Selatan Masih Berjuang di Tengah Laut

Kuota Bahan Bakar Minyak Minim, Nelayan Papua Selatan Masih Berjuang di Tengah Laut

Kuota Bahan Bakar Minyak Minim, Nelayan Papua Selatan Masih Berjuang di Tengah Laut--Istimewa.

disway.id Papua Selatan -- Kehidupan para nelayan di Papua Selatan masih dibayangi oleh satu persoalan klasik yang belum juga menemukan ujung: terbatasnya kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Di tengah laut lepas, ketika harapan bergantung pada jaring yang dilemparkan ke samudra, kekurangan BBM sering kali menjadi batas antara keberhasilan dan kegagalan.

Masalah ini sebenarnya bukan hal baru. Sudah bertahun-tahun para nelayan menyuarakan kebutuhan mereka melalui berbagai jalur, termasuk lewat asosiasi nelayan yang aktif mengajukan permohonan ke pemerintah dan pihak Pertamina. Namun, sejauh ini kabar baik belum juga datang.

Sales Branch Manager PT Pertamina Merauke, Aziz Askaputra, menjelaskan bahwa di Kabupaten Merauke terdapat dua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), yakni di kawasan pesisir Lampu Satu, Kelurahan Samkai, dan di Distrik Ilwayab. Penyaluran BBM dilakukan berdasarkan kuota tahunan yang ditetapkan melalui Surat Keputusan dari BPH Migas.

Meski demikian, distribusi ke dua lokasi itu memiliki tantangannya masing-masing. Untuk SPBN Lampu Satu, distribusi dapat dilakukan secara harian karena lokasi yang mudah diakses. Berbeda halnya dengan SPBN Ilwayab, di mana kondisi geografis menjadi pertimbangan utama sehingga penyaluran tidak bisa seintensif Lampu Satu.

“Untuk skema penambahan kuota bahan bakar minyak, tentu perlu diajukan oleh pemerintah daerah ke BPH Migas. Kami dari Pertamina selalu menjalin koordinasi dengan pemerintah setempat,” kata Aziz.

Di sisi lain, para nelayan terus berusaha bertahan. Dalam kondisi keterbatasan, mereka terpaksa harus membeli BBM non-subsidi demi memastikan kapal tetap bisa melaju lebih jauh dan bertahan lebih lama saat melaut. Karena bagi mereka, semakin lama berada di laut, peluang memperoleh hasil tangkapan yang lebih baik juga semakin besar.

“Kalau mau hasil maksimal, kita terpaksa harus beli tambahan BBM non-subsidi,” ungkap seorang nelayan.

Keluhan ini bukan semata tentang logistik, melainkan juga tentang kehidupan. Penambahan kuota bahan bakar minyak dinilai sangat berpengaruh terhadap produktivitas nelayan sekaligus berdampak langsung pada perekonomian keluarga mereka. Banyak pihak berharap, perhatian lebih dari pemerintah pusat dan daerah bisa segera diwujudkan agar nelayan Papua Selatan dapat bekerja tanpa harus dibayangi kecemasan soal bahan bakar.

Dalam bentangan luas laut yang tidak pernah menjanjikan hasil pasti, setidaknya ketersediaan BBM yang mencukupi bisa menjadi bekal yang layak bagi mereka yang setiap hari bertaruh dengan alam. Harapan mereka sederhana: bisa melaut dengan tenang, pulang membawa hasil, dan terus menghidupi keluarga.

Sumber: