Mengapa Capaian MCSP KPK di Papua Selatan Anjlok? Kepala Bapperida Ungkap Biang Keladinya

Mengapa Capaian MCSP KPK di Papua Selatan Anjlok? Kepala Bapperida Ungkap Biang Keladinya

Waspada Korupsi! KPK Soroti Perencanaan Hibah, Capaian MCSP Papua Selatan Jauh dari Target-Istimewa.-

DISWAY.ID PAPUA SELATAN - Sejak kehadirannya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui program Monitoring Center Surveillance for Prevention (MCSP) telah menjadi tolok ukur penting dalam menilai pencegahan tindak pidana Korupsi di lingkungan pemerintah daerah. Sayangnya, kabar kurang menggembirakan datang dari Provinsi PAPUA SELATAN. Hingga bulan November 2025, Capaian MCSP KPK PAPUA SELATAN khususnya pada aspek perencanaan, baru menyentuh angka 32 persen—sebuah pencapaian yang jauh dari kata optimal.

Angka ini sontak menimbulkan pertanyaan besar, mengingat pada tahun-tahun sebelumnya, yakni 2023 dan 2024, Bapperida PAPUA SELATAN berhasil mencatat skor sempurna alias 100 persen dalam aspek yang sama. Apa yang sesungguhnya terjadi di balik penurunan drastis capaian ini?

 

Dua Faktor Utama yang Menjadi Sandungan

 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Papua Selatan, Dr. Ulmi Listianingsih Wayeni, S.Sos., M.M., memberikan penjelasan gamblang mengenai sejumlah faktor yang menjadi penyebab utama tersendatnya capaian MCSP tersebut. Dua poin krusial yang ia soroti berkaitan erat dengan proses penganggaran, khususnya untuk program di tahun 2026.

Pertama, kendala utama terletak pada item perencanaan yang melibatkan unsur hibah dan pokok pikiran (pokir) DPR. Proses ini melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memiliki interaksi langsung dengan masyarakat, seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Badan Kesbangpol, dan Biro Pemerintahan.

Menurut Ulmi, permasalahan muncul ketika OPD terkait mengajukan proposal-proposal dari kelompok masyarakat. “OPD mengajukan nilai proposal dengan nilai yang belum ditentukan. Itu yang pertama menjadi kendala,” jelas Ulmi. Administrasi yang belum rampung dan nilai yang masih mengambang pada proposal ini secara otomatis menghambat proses penilaian MCSP KPK.

 

Ketiadaan SOP hibah, Lubang Besar dalam Perencanaan

 

Faktor kedua, yang tak kalah penting, adalah absennya perangkat hukum dan administrasi sebagai acuan. Ulmi menyoroti belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) hibah di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Selatan.

Padahal, SOP hibah merupakan dokumen krusial yang berfungsi sebagai panduan baku, memastikan proses perencanaan hingga penyaluran dana hibah berjalan transparan, akuntabel, dan minim celah korupsi.

“Sampai saat ini pemerintah Provinsi Papua Selatan belum memiliki SOP hibah. Sedianya ini harus ada, supaya menjadi acuan. Ini juga yang menyebabkan capaian MCSP kami baru 32 persen,” tegas Ulmi.

Ketiadaan SOP ini bukan hanya sekadar masalah administratif, namun juga berpotensi menciptakan ruang abu-abu yang rawan disalahgunakan. Kondisi ini yang agaknya menjadi fokus perhatian serius dari KPK dalam penilaian Capaian MCSP KPK Papua Selatan.

 

Mengejar Ketertinggalan: Upaya Percepatan Dokumen

 

Menyadari situasi ini, Bapperida bersama OPD terkait kini tengah berpacu dengan waktu. Anjloknya nilai dari 100 persen menjadi 32 persen merupakan catatan merah yang harus segera diperbaiki sebelum batas waktu penilaian berakhir.

Ulmi Listianingsih Wayeni menyebutkan bahwa langkah percepatan sedang dilakukan. Pihaknya kini tengah menyiapkan surat keterangan yang akan menjadi dasar untuk melengkapi dokumen yang dipersyaratkan. Upaya kolektif ini adalah kunci untuk segera mendongkrak nilai Capaian MCSP KPK Papua Selatan agar kembali ke kategori optimal, seperti yang telah dicapai pada dua tahun sebelumnya.

Diharapkan, dengan penyelesaian dokumen administrasi—termasuk penyelesaian nilai proposal yang belum ditentukan dan pengesahan SOP hibah—Pemerintah Provinsi Papua Selatan dapat segera menutup celah kerawanan korupsi yang disoroti oleh KPK, sekaligus mengembalikan citra positif dalam aspek perencanaan anti-korupsi.

Sumber: