Perjuangan Akta Kelahiran di Asmat: Dari Sungai Berbuaya hingga Layanan Posyandu

Perjuangan Akta Kelahiran di Asmat: Dari Sungai Berbuaya hingga Layanan Posyandu

Mendekatkan Negara ke Anak Asmat Lewat Pencatatan Kelahiran-Istimewa.-

DISWAY.ID PAPUA SELATANLangkah kaki Monika harus selalu berhati-hati. Papan kayu yang rapuh dan tanah yang lembek menjadi jalur rutinnya saat menyusuri Kampung Wawcesaw, Kabupaten Asmat, PAPUA SELATAN. Di tangannya, sebuah papan catatan berisi nama-nama anak yang belum tercatat secara resmi ia genggam erat. Hari itu, ia baru saja menyelesaikan kunjungan terakhir ke sebuah keluarga, membantu sepasang orang tua mendaftarkan anak mereka agar memiliki akta kelahiran.

Sebagai kader Posyandu, keseharian Monika jauh dari kata mudah. Ia menempuh perjalanan berjam-jam menyusuri sungai dengan arus pasang surut yang tak menentu, wilayah yang juga dikenal dengan keberadaan buaya. Perjalanan ini dilakukan demi menjangkau keluarga-keluarga yang tidak mampu mendatangi kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) di ibu kota Asmat, yang membutuhkan biaya perjalanan besar bagi warga kampung.

Selain kendala jarak dan biaya, Monika juga menghadapi rendahnya kesadaran masyarakat. Banyak orang tua belum memahami bahwa pendaftaran kelahiran membutuhkan dokumen pendukung seperti Kartu Keluarga atau akta nikah. Tidak sedikit pula yang merasa curiga saat diminta menyerahkan dokumen.

“Saya jelaskan bahwa ini bagian dari proses, dan nantinya mereka bisa menggunakan akta kelahiran untuk fasilitas kesehatan, sekolah, dan lainnya,” ujarnya.

Pengalaman serupa dialami Moses dan Odelia, orang tua dari lima anak. Mereka pernah berupaya mendaftarkan anak-anaknya dengan mendayung perahu dari kampung menuju kantor kabupaten. Namun keterbatasan dokumen membuat proses terhenti.

“Kami harus mendayung perahu dari kampung ke kantor kabupaten. Sesampainya di sana, kami diminta melengkapi beberapa dokumen,” kenang Moses. “Kami belum menyiapkan semua dokumen yang diperlukan. Kami terjebak, tanpa jalan keluar. Kami pulang, tapi tidak mampu kembali lagi.”

Melalui pendampingan Monika, proses pencatatan kelahiran anak-anak mereka akhirnya dapat diselesaikan.

Pencatatan kelahiran memang masih menjadi tantangan besar di PAPUA SELATAN. Data menunjukkan, hanya 47,27 persen anak di bawah lima tahun yang memiliki akta kelahiran, jauh di bawah rata-rata nasional 85,07 persen berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2024.

Padahal, pencatatan kelahiran tidak dipungut biaya. Namun, berbagai hambatan membuat akses layanan tetap sulit, mulai dari keterbatasan tenaga di fasilitas kesehatan, lemahnya sistem rujukan, hingga norma budaya. Di Asmat, sebagian keluarga hidup secara nomaden dengan budaya meramu, meninggalkan kampung untuk mencari makanan. Dalam kondisi tersebut, pencatatan kelahiran kerap kalah prioritas dibandingkan upaya bertahan hidup.

Tanpa akta kelahiran, anak-anak kehilangan identitas hukum. Kondisi ini berdampak pada pemenuhan hak dasar dan membatasi akses ke layanan penting seperti pendidikan dan kesehatan. Ketiadaan data juga menyulitkan pemerintah dalam menyusun perencanaan dan alokasi sumber daya secara tepat.

Sejak 2021, UNICEF mendukung inisiatif “Desaku, Rumahku” di Papua untuk meningkatkan cakupan pencatatan kelahiran melalui keterlibatan masyarakat. Program ini memanfaatkan Posyandu dan pusat pengembangan anak usia dini untuk mengidentifikasi anak di bawah lima tahun yang belum terdaftar atau belum diimunisasi, sekaligus mendampingi orang tua dalam proses administrasi.

Di Kabupaten Asmat, upaya tersebut diperkuat melalui kemitraan UNICEF dengan Pemerintah Provinsi PAPUA SELATAN. Pencatatan kelahiran diintegrasikan ke dalam layanan kesehatan. Pada awal 2024, Kantor Dukcapil dan Dinas Kesehatan Kabupaten memperkenalkan sistem baru di delapan fasilitas kesehatan di Asmat.

Kini, orang tua tidak lagi harus menempuh perjalanan jauh ke pusat kabupaten. Mereka cukup menyerahkan salinan dokumen yang diperlukan ke Puskesmas atau Posyandu terdekat. Petugas kesehatan kemudian mengirimkan data ke kantor Dukcapil pusat melalui WhatsApp untuk diproses menjadi akta kelahiran.

Dalam lima bulan sejak sistem ini diterapkan, 100 persen bayi baru lahir di delapan fasilitas kesehatan tersebut telah menerima akta kelahiran. Pada awal 2025, pendekatan ini mulai diperluas ke 22 pusat kesehatan di Asmat. Dalam enam bulan pertama, 85,5 persen bayi baru lahir telah memperoleh akta kelahiran.

Penyederhanaan proses juga berdampak pada efisiensi pengelolaan data.

“Sekarang lebih mudah memasukkan informasi penting, seperti catatan kelahiran dan data imunisasi, ke dalam sistem seperti ASIK [Aplikasi Sehat IndonesiaKu],” jelas Teguh, Kepala Puskesmas Ayam.

Bupati Asmat, Thomas Eppe Safanpo, menegaskan pentingnya data kependudukan yang andal sebagai dasar kebijakan pembangunan.

“Ke depan, kami ingin kebijakan pembangunan didasarkan pada data kependudukan yang akurat. Karena itu, data harus diperkuat dan tepat,” katanya.

Bagi Moses dan Odelia, akta kelahiran kini dimaknai lebih dari sekadar dokumen administrasi.

“Ini sangat penting untuk masa depan anak-anak kami. Antara lain, akta ini memungkinkan mereka mendaftar sekolah,” ujar Moses. “Kami berharap semua orang tua mendaftarkan anak-anak mereka.”

Harapan serupa juga disampaikan Yonathan, Kepala Dinas Kesehatan di Agats.

“Saya bermimpi suatu hari semua orang tua memahami bahwa akta kelahiran itu penting,” ujarnya.

Sumber: