Dari Inkulturasi hingga Gotong Royong, Umat Katolik Wujudkan Gereja St. Theresia Buti

Gereja Katolik St. Theresia Buti, Simbol Persatuan Umat di Papua Selatan-Istimewa.-
Merauke – Peletakan batu pertama pembangunan Gereja Katolik St. Theresia Buti menjadi momen bersejarah bagi umat Katolik di Papua Selatan. Gereja ini disebut sebagai salah satu ikon Gereja Peradaban Umat Papua Selatan di tanah Anim Ha.
Dalam sambutannya, Pastor Paroki St. Theresia Buti, Pastor Simon Petrus Matruty Projo, menyampaikan bahwa rencana pembangunan gereja ini sudah dirintis sejak delapan tahun lalu oleh dua pastor pendahulu. Saat itu, umat berhasil mengumpulkan dana awal sebesar Rp500 juta, namun proyek tersebut baru bisa dilanjutkan tahun ini.
“Semua berawal dari Misa Inkulturasi yang melibatkan berbagai etnis di Merauke. Inilah yang kemudian menjadi semangat baru untuk mewujudkan pembangunan gereja ini,” jelas Pastor Simon di hadapan Uskup Agung Merauke, Gubernur Papua Selatan, dan Bupati Merauke.
Misa Inkulturasi pertama diawali oleh etnis Marind di Salira, Paroki Nasem—tempat bersejarah bagi Misionaris Hati Kudus Yesus yang pertama kali datang ke Papua Selatan pada 1905. Setelah itu, perayaan serupa dilanjutkan oleh etnis Kei, Tanimbar, NTT, Toraja, Batak, hingga Jawa. Setiap kelompok etnis turut menyumbangkan dana maupun bahan bangunan.
Berkat semangat kebersamaan itu, panitia berhasil mengumpulkan Rp942 juta, ditambah sumbangan berupa 700 sak semen dan 100 lembar seng dari umat dan donatur.
“Semua ini berkat semangat kebersamaan umat lintas etnis dan kepedulian umat Katolik untuk menghadirkan gereja yang menjadi simbol persatuan dan peradaban di tanah Papua Selatan,” tutur Pastor Simon.
Gereja Katolik St. Theresia Buti diharapkan tidak hanya menjadi rumah ibadah, tetapi juga pusat pertumbuhan iman, persaudaraan, serta simbol toleransi dan solidaritas lintas etnis di wilayah Papua Selatan.
Sumber: