Pelajar Papua Selatan Unjuk Bakat: Ajang MBS Jadi Panggung Potensi dan Persahabatan

Pelajar Papua Selatan Unjuk Bakat: Ajang MBS Jadi Panggung Potensi dan Persahabatan

Pelajar Papua Selatan Unjuk Bakat: Ajang MBS Jadi Panggung Potensi dan Persahabatan--Istimewa.

disway.id Papua Selatan -- Ruang auditorium Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Papua Selatan mendadak semarak sejak Selasa, 1 Juli 2025. Sebanyak 124 pelajar Papua Selatan dari berbagai jenjang pendidikan SD, SMP, SMA/SMK, hingga anak-anak berkebutuhan khusus—berkumpul untuk menunjukkan potensi terbaik mereka dalam Ajang Minat Bakat Siswa (MBS).

Para peserta datang dari empat kabupaten berbeda, Merauke menyumbangkan 36 pelajar, Boven Digoel 16 pelajar, Mappi 20 pelajar, Asmat 10 pelajar, serta 42 anak berkebutuhan khusus dari Merauke. Mereka bukan hanya membawa nama sekolah atau daerah, tapi juga harapan akan kemajuan pendidikan yang lebih inklusif di Papua Selatan.

Wakil Gubernur Papua Selatan, Paskalis Imadawa, yang hadir langsung dalam pembukaan acara, memberikan pesan yang kuat tentang pentingnya mendukung potensi anak sejak dini.

“Pendidikan tidak hanya fokus pada akademis, tapi juga harus memberi ruang pengembangan minat dan bakat,” ujarnya. Menurutnya, kegiatan seperti MBS penting untuk menggali potensi, membangun karakter, serta menumbuhkan kepercayaan diri dan semangat kompetisi sehat di kalangan pelajar Papua Selatan.

Lebih dari sekadar lomba, MBS juga menjadi ruang berekspresi. Pelajar bisa tampil sebagai diri mereka sendiri, menunjukkan kreativitas dan keunikan yang selama ini mungkin tersembunyi di balik tumpukan buku pelajaran.

Paskalis juga mengingatkan agar ajang ini dijadikan momentum untuk memperkuat persahabatan dan solidaritas antar pelajar dari berbagai latar belakang dan wilayah. “Mari jadikan MBS ini bukan hanya soal menang dan kalah, tapi ajang untuk saling belajar dan menginspirasi,” katanya.

Namun, di tengah semangat itu, Paskalis turut menyoroti tantangan yang masih dihadapi dunia pendidikan di Papua Selatan, terutama soal ketimpangan kurikulum. Ia menyayangkan kurikulum yang terus berubah namun sering tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Fasilitas pendidikan yang belum merata menjadi bukti bahwa teori kerap tidak sejalan dengan praktik.

“Kita perlu evaluasi bersama, agar kurikulum yang diterapkan betul-betul relevan dengan kebutuhan lokal,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Panitia MBS, Olivia Koneng, menjelaskan bahwa seluruh peserta adalah hasil seleksi ketat dari masing-masing kabupaten. “Mereka datang ke sini bukan hanya untuk berlomba, tapi juga membawa semangat kolaborasi dan belajar bersama,” ujarnya.

Dengan mengusung semangat Papua Selatan Bangkit, MBS 2025 bukan sekadar ajang kompetisi. Ia hadir sebagai simbol harapan baru, bahwa pelajar Papua Selatan memiliki potensi besar, daya saing tinggi, dan siap mengisi masa depan dengan prestasi dan nilai-nilai luhur.

 

Ajang ini memberi pesan jelas bahwa pendidikan yang menyentuh hati dan membuka ruang kreativitas adalah kunci untuk mencetak generasi yang tak hanya cerdas secara akademis, tapi juga matang secara karakter.

Sumber: