Potensi Ekspor Papua Selatan Besar, Namun Belum Tercatat Resmi di Dokumen Karantina

Potensi Ekspor Papua Selatan Besar, Namun Belum Tercatat Resmi di Dokumen Karantina

Komoditas Bernilai Tinggi dari Papua Selatan Masih “Tersangkut” di Perbatasan-Istimewa.-

DISWAY.ID PAPUA SELATANPergerakan komoditas dari PAPUA SELATAN terus berlangsung setiap hari, terutama di kawasan perbatasan RI–Papua Nugini. Namun di balik tingginya arus barang tersebut, masih ada pekerjaan besar yang perlu dirampungkan: memastikan potensi ekspor daerah tercatat secara resmi. Hingga kini, sebagian besar barang bernilai ekonomi yang keluar dari Merauke belum dikategorikan sebagai ekspor, melainkan hanya sebagai lalu lintas pelintas batas.

 

Situasi ini disampaikan Ketua Tim Karantina Tumbuhan Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan Papua Selatan, Abdul Rasyid, saat ditemui di Merauke. Ia memaparkan bahwa berbagai komoditas sebenarnya memiliki nilai besar jika masuk dalam daftar ekspor resmi.

 

Menurut Rasyid, sejumlah barang yang melintas melalui PLBN Sota—seperti beras, gambir, kopi, dan kebutuhan pokok lainnya—masih tercatat sebagai pergerakan warga perbatasan, bukan perdagangan komersial.
“Potensi ekspor memang sangat besar. Komoditas hewan, ikan, dan tumbuhan saat ini belum tergambarkan di list dokumen karantina kami,” katanya.

 

Ia menjelaskan, kondisi ini terjadi karena hubungan kekerabatan antara masyarakat di kedua sisi perbatasan RI–PNG. Barang yang keluar dari Merauke lebih sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan harian keluarga atau kerabat di Papua Nugini.
“Setiap hari beras keluar dari Merauke lewat perbatasan. Komoditas yang keluar bisa mencapai 5 ton per bulan. Beras itu nomor satu terbesar karena kebutuhan pangan warga PNG sebagian besar dipasok dari Merauke. Tetapi ini belum bisa dipublikasi sebagai kegiatan ekspor,” jelasnya.

 

Rasyid menilai peluang ekspor tetap terbuka lebar jika pemerintah Papua Nugini menyiapkan dokumen administrasi CIQ (Customs, Immigration, Quarantine). Dengan dokumen yang lengkap, pertukaran data Indonesia–PNG akan lebih jelas, sehingga arus barang yang selama ini melintas dapat diakui sebagai ekspor resmi.
“Ini sedianya peluang bagi pemerintah daerah. Lewat regulasi, ini bisa dicatat sebagai ekspor,” tambahnya.

 

Di sisi lain, Kepala Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan Papua Selatan, Ferdi, S.P., M.Si, mengungkapkan bahwa ekspor berskala besar dari Merauke sejauh ini belum terjadi. Komoditas yang keluar dari PLBN Sota maupun Yetetkun masih didominasi pengiriman kecil yang tercatat sebagai lalu lintas perbatasan.

 

Ferdi menambahkan, beberapa komoditas bernilai tinggi seperti gaharu, ikan, gelembung ikan, dan ikan asin memang rutin dikirim dari Merauke, tetapi pencatatannya tetap sebagai pengiriman domestik dengan tujuan Jakarta. Di ibu kota, barulah komoditas tersebut diekspor oleh perusahaan yang memiliki izin resmi.
“Dokumennya tujuan ke Jakarta, tapi sampai Jakarta diekspor keluar. Pengepul dan izin ekspor gaharu itu dimiliki perusahaan di Jakarta, dan permintaan gaharu dari sana sangat banyak,” ujarnya.

 

Situasi ini menunjukkan adanya potensi besar yang masih menunggu penataan regulasi dan administrasi. Dengan pencatatan ekspor yang jelas, Papua Selatan berpeluang meningkatkan nilai ekonomi daerah dan memperkuat posisi komoditas lokal dalam perdagangan internasional.

Sumber: