3 Tahun Provinsi Papua Selatan: Dari Perjuangan Dua Dekade hingga Menjadi Daerah Mandiri di Tanah Anim Ha
Hari Jadi ke-3 Papua Selatan: Kilas Balik Perjalanan Panjang Menuju Provinsi Berdaulat-Istimewa.-
MERAUKE – Tepat pada 11 November 2025, Provinsi Papua Selatan menandai perjalanan sejarahnya yang ketiga sejak resmi berdiri pada 11 November 2022. Tiga tahun lalu, lahirnya provinsi ini disahkan melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, sebagai bagian dari upaya pemerintah mempercepat pemerataan pembangunan dan meningkatkan pelayanan publik di wilayah selatan Papua.
Bersamaan dengan Papua Selatan, pemerintah juga membentuk dua provinsi baru lainnya, yakni Papua Pegunungan dan Papua Tengah. Kehadiran tiga provinsi baru tersebut diharapkan menjadi tonggak penting dalam memperkuat tata kelola pemerintahan, memperpendek rantai birokrasi, dan mempercepat pembangunan di Tanah Papua.
Papua Selatan sendiri meliputi empat kabupaten: MERAUKE, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat. Di antara keempatnya, Kabupaten MERAUKE ditetapkan sebagai ibu kota provinsi sekaligus pusat pemerintahan, ekonomi, dan kebudayaan.
Gubernur Pertama Hasil Pemilu dan Tonggak Baru Pemerintahan Papua Selatan
Dalam sejarahnya yang masih muda, Papua Selatan mencatat momen penting pada Pemilihan Umum Gubernur 2024, yang menjadi pemilu pertama sejak provinsi ini berdiri. Dari pesta demokrasi tersebut, pasangan Apolo Safanpo dan Paskalis Imadawa terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Selatan.
Keduanya resmi dilantik pada 20 Februari 2025 di Istana Kepresidenan Jakarta, bersama dengan kepala daerah terpilih lainnya dari seluruh Indonesia. Kehadiran mereka menjadi simbol dimulainya era kepemimpinan definitif di Papua Selatan, dengan harapan besar untuk membawa provinsi ini menuju kemandirian dan kesejahteraan.
Sejarah Panjang Perjuangan Papua Selatan
Cita-cita pembentukan Papua Selatan bukanlah hal yang instan. Berdasarkan catatan sejarah, upaya menjadikan wilayah ini sebagai provinsi sendiri sudah dimulai sejak tahun 2002. Namun, baru dua dekade kemudian—tepatnya pada 2022—keinginan itu terwujud.
Provinsi Papua Selatan merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Papua bersama dua provinsi lain, melalui kebijakan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 25 Juli 2022. Perjalanan panjang ini menunjukkan kuatnya aspirasi masyarakat wilayah adat Anim Ha untuk berdiri sendiri, mengatur dan membangun daerah sesuai dengan karakteristik dan potensi wilayahnya.
Awalnya, pemekaran Papua Selatan direncanakan mencakup lima kabupaten: Asmat, Boven Digoel, Mappi, Pegunungan Bintang, dan MERAUKE. Namun, Kabupaten Pegunungan Bintang kemudian memilih untuk tidak bergabung, sehingga wilayah Papua Selatan kini terdiri dari empat kabupaten.
Jejak Masa Kolonial dan Awal Mula Nama MERAUKE
Sebelum masa kolonial, Papua Selatan dihuni oleh berbagai suku seperti Marind, Asmat, Kombay, Koroway, dan Muyu, yang hidup dari alam dengan berburu, meramu, serta berkebun. Kehidupan masyarakat berubah ketika bangsa Eropa datang pada abad ke-19 dan membagi Pulau Papua menjadi dua bagian: barat untuk Belanda, timur untuk Inggris.
Pada tahun 1902, pemerintah Belanda membangun pos militer di sekitar Sungai Maro untuk mengawasi aktivitas masyarakat dan mencegah konflik antarsuku, terutama praktik berburu kepala yang kala itu masih terjadi di kalangan warga Marind. Dari pos inilah, lahir nama MERAUKE, yang kemudian berkembang menjadi pusat pemerintahan dan penyebaran agama Katolik di wilayah selatan Papua.
Pada dekade 1920-an, Belanda menjadikan pedalaman Papua sebagai kamp pembuangan politik, yang dikenal dengan nama Tanah Merah atau Boven Digoel. Di sinilah sejumlah tokoh nasional seperti Sutan Sjahrir dan Moh. Hatta pernah ditahan.
Ketika Belanda meninggalkan Papua pada 1960-an, wilayah tersebut mulai berkembang dan menjadi bagian dari Indonesia. Kabupaten MERAUKE kemudian dimekarkan menjadi empat kabupaten pada tahun 2002, yang kini bersatu kembali dalam satu payung pemerintahan Provinsi Papua Selatan.
Kekayaan Alam Papua Selatan: Dari Sagu hingga Taman Nasional Wasur
Secara geografis, Papua Selatan merupakan daerah dataran rendah yang dipenuhi sungai besar seperti Digul dan Maro. Wilayah ini terkenal dengan hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropis dataran rendah yang menjadi rumah bagi berbagai keanekaragaman hayati.
Pohon sagu tumbuh subur di seluruh wilayah, menjadi makanan pokok sekaligus bagian penting dari sistem kepercayaan masyarakat lokal. Selain itu, Papua Selatan memiliki Taman Nasional Wasur, kawasan konservasi yang terkenal dengan lahan basah dan sabana luas yang menjadi habitat berbagai satwa endemik seperti walabi, musamus (rumah semut raksasa), dan cenderawasih.
Kawasan ini juga dikenal sebagai jalur migrasi burung dari Australia, menjadikannya salah satu ekoregion paling unik di Indonesia bagian timur.
Selain kekayaan alamnya, wilayah Semangga, Tanah Miring, dan Kurik di MERAUKE telah lama menjadi sentra transmigrasi dan pertanian padi, yang menjadikan Papua Selatan sebagai salah satu daerah potensial penghasil pangan di kawasan timur Indonesia.
Papua Selatan dan Harapan Menuju Masa Depan
Tiga tahun berdiri sebagai provinsi baru, Papua Selatan terus berbenah untuk membangun tata pemerintahan yang efektif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan semangat Anim Ha yang berarti “manusia sejati”, provinsi ini diharapkan mampu menjadi contoh kemajuan dan keberagaman yang hidup berdampingan di Tanah Papua.
Perjalanan panjang yang ditempuh bukan hanya mencatat sejarah administratif, tetapi juga menjadi bukti nyata semangat masyarakat Papua Selatan dalam memperjuangkan masa depan yang lebih baik di bawah naungan Indonesia Emas 2045.
Sumber: