Aktivisme Perempuan Papua: Fransiska Gondro Mahuze Tuntut Penegakan Etika di MRP

Aktivisme Perempuan Papua: Fransiska Gondro Mahuze Tuntut Penegakan Etika di MRP

Fransiska Gondro Mahuze: Suara Tegas untuk Keadilan Perempuan Papua--Istimewa.

disway.id Papua Selatan -- Di tengah dinamika pembangunan otonomi daerah di Papua Selatan, muncul sebuah insiden yang mencoreng wajah lembaga adat setempat. Fransiska Gondro Mahuze, aktivis perempuan sekaligus Ketua Lembaga Aliansi Pemberdayaan Masyarakat Papua Selatan (APMAS PASEL), menjadi suara lantang dalam menanggapi dugaan percobaan pemerkosaan yang melibatkan salah satu anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Selatan.

 

Peristiwa tersebut terjadi saat rombongan MRP sedang melakukan studi banding di Yogyakarta. Di Hotel Griya Persada, Kaliurang, Damianus Polikarpus Owom anggota MRP dari unsur adat Kabupaten Asmat diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap Paskalina Hahare, Ketua Pokja Perempuan MRP Papua Selatan. Insiden ini bukan hanya sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga penghinaan terhadap nilai-nilai etika dan martabat perempuan Papua.

 

Dalam pernyataannya pada Senin, 14 Juli 2025, Fransiska Gondro Mahuze menyampaikan kecaman keras atas kejadian ini. “Tidak ada alasan apapun yang bisa membenarkan perbuatan seperti ini,” tegasnya. Ia menekankan bahwa pelaku adalah representasi adat yang seharusnya menjaga norma dan kehormatan, bukan justru mencorengnya.

 

Fransiska menilai sangat ironis jika tindakan kekerasan seksual terjadi dalam lingkungan MRP lembaga yang seharusnya menjadi ruang aman bagi semua pihak, termasuk perempuan. “Ini bukan hanya soal individu, tapi citra institusi adat itu sendiri,” ujarnya.

 

Sebagai bentuk dukungan nyata, APMAS PASEL yang dipimpin Fransiska langsung bergerak cepat. Tim mereka telah melakukan komunikasi dengan korban dan siap memberikan pendampingan hukum. “Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas,” katanya.

 

Ia juga menyerukan kepada Ketua MRP Papua Selatan, Damianus Katayu, untuk segera mengambil langkah tegas. Fransiska mendesak agar pelaku diberhentikan melalui sidang etik internal tanpa kompromi, serta diproses secara hukum karena telah melibatkan kekerasan fisik dan seksual.

 

Bagi Fransiska Gondro Mahuze, kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apa pun tidak boleh dibiarkan. Ia percaya bahwa lembaga seperti MRP harus menjadi contoh dalam menegakkan prinsip-prinsip keadilan gender dan etika publik. “Jika bukan di sini kita mulai, di mana lagi?” tanyanya retoris.

 

Suara Fransiska kini menjadi simbol perlawanan terhadap impunitas dan diskriminasi di tanah Papua. Melalui sikap tegas dan aksi konkritnya, ia menunjukkan bahwa perubahan dimulai dari keberanian untuk bersuara dan bertindak.

Sumber: