Penetapan Tersangka Dirut PT LEB Dinilai Cacat Hukum, Ahli Bongkar Kekeliruan Kejaksaan

Rabu 03-12-2025,23:42 WIB
Reporter : Reza
Editor : Reza

PAPUASELATAN.DISWAY,ID - Sidang praperadilan terkait perkara PT Lampung Energi Berjaya (LEB) kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandar Lampung, Rabu (3/12/2025).

Pihak pemohon menghadirkan dua ahli untuk menguji legalitas penetapan Direktur Utama PT LEB, M. Hermawan Eriadi, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Lampung.

Ahli pertama, Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, sebagai Ahli Keuangan Negara, menegaskan bahwa penetapan tersangka tidak sah apabila penyidik tidak memiliki laporan audit kerugian negara yang dikeluarkan oleh lembaga resmi.

“Ketentuan ini secara tegas tercantum dalam UU No. 15/2006, UU No. 15/2004, hingga Peraturan BPK No. 1/2020,” ujar Dian.

Ia menjelaskan bahwa kerugian negara harus bersifat pasti, jelas, terukur, serta disampaikan kepada pihak yang diperiksa. Dalam kasus PT LEB, katanya, tidak ada satu pun angka kerugian negara yang ditunjukkan.

“Jika kerugian negara hanya berupa indikasi tanpa nilai yang pasti, maka unsur kerugian negara tidak terpenuhi. Akibatnya, penetapan tersangka menjadi tidak sah,” tegasnya.

Ahli kedua, Akhyar Salmi, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, menguatkan pernyataan tersebut. Ia menilai langkah Kejaksaan telah melanggar prinsip konstitusional sebagaimana ditegaskan dalam Putusan MK No. 21/PUU–XII/2014.

Menurutnya, penyidik wajib melakukan pemeriksaan secara material terhadap calon tersangka sebelum menetapkan status tersangka. Jika pemeriksaan hanya sebatas identitas tanpa menguji pokok perkara, maka syarat konstitusional tidak terpenuhi.

“Tanpa pemeriksaan materiil, penetapan tersangka berarti mengabaikan due process of law,” jelas Akhyar.

Ia menambahkan, seseorang tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka jika belum diperiksa substansi perkara, tidak diberi akses terhadap alat bukti, tidak dikonfrontir dengan saksi, dan tidak mendapat penjelasan terkait perbuatan yang disangkakan.

“Penetapan seperti itu mengandung cacat formil. Mencari bukti setelah menetapkan tersangka termasuk bentuk abuse of power. Seharusnya bukti lengkap dulu, baru penetapan tersangka,” tambahnya.

Kuasa hukum pemohon, Riki Martim, menyebut keterangan kedua ahli tersebut sebagai pukulan keras bagi Kejaksaan Tinggi Lampung.

“Tidak ada dua alat bukti yang sah, tidak ada kerugian negara yang nyata, dan tidak ada pemeriksaan materiil. Ini jelas melanggar standar konstitusional,” ujarnya.

Sementara itu, Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, menegaskan bahwa pihaknya tetap menghormati proses hukum.

“Kami mengikuti seluruh rangkaian sidang praperadilan ini,” ujarnya singkat

Tags :
Kategori :

Terkait