DISWAY.ID PAPUA SELATAN - Percepatan pembangunan Papua Selatan kembali menjadi perhatian utama berbagai pemangku kepentingan. Di tengah dinamika pertumbuhan wilayah dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, kolaborasi lintas sektor dinilai sangat menentukan arah pembangunan ke depan. Perguruan tinggi pun berada di garis depan, bukan hanya sebagai pusat pendidikan, tetapi juga mitra strategis dalam penyusunan gagasan, riset, dan desain pengembangan kawasan.
Kesadaran inilah yang melandasi penyelenggaraan seminar bertema “Peran Teknokrasi Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Kawasan Transmigrasi dan Percepatan Pembangunan Papua Selatan”. Kegiatan tersebut digelar oleh Lingkar Perguruan Tinggi Ekspedisi Patriot Salor bersama Universitas Musamus pada Selasa (25/11/2025) bertempat di Swissbel Hotel Merauke. Sejak sesi awal, suasana diskusi terasa kuat, menggambarkan urgensi penyelarasan visi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
PLT Rektor Universitas Musamus, Dr. Tobias Nggaruka, S.Pd, M.Pd, dalam sambutannya menegaskan pentingnya kehadiran perguruan tinggi dalam transformasi kawasan transmigrasi dan percepatan pembangunan Papua Selatan. Ia menilai kolaborasi antarpemangku kebijakan adalah prasyarat mutlak.
“Proses pembangunan di Papua Selatan butuh kolaborasi, baik kabupaten dengan provinsi, maupun dengan perguruan tinggi, termasuk Universitas Musamus. Dengan adanya seminar ini kita mendapat informasi tentang potensi sumberdaya, terutama tiga titik pembangunan, yakni di perbatasan, Salor sebagai ibu kota baru, dan investasi perkebunan yang sedang digarap,” jelasnya.
Suasana seminar semakin kaya dengan paparan Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, ketua TEP UI Salor output 4 sekaligus moderator kegiatan. Ia memaparkan kerja tim Ekspedisi Patriot di Salor yang telah berlangsung hampir empat bulan, melibatkan lima perguruan tinggi besar: UI, ITB, IPB, Unpad, dan ITS. Dalam pemaparannya, Prof. Bambang menekankan bahwa perguruan tinggi memiliki posisi strategis sebagai mitra, fasilitator, sekaligus katalisator dalam pengembangan kawasan.
“Posisi kita dari perguruan tinggi adalah mitra, fasilitator, dan mungkin juga katalisator. Intinya, tim diberi tugas untuk menjalankan assesmen awal di sejumlah titik kawasan transmigrasi. Ini karena konsep transmigrasi bukan lagi memindahkan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain, melainkan pengembangan kawasan,” tuturnya. Ia menggarisbawahi pentingnya pendekatan berbasis budaya, identitas, dan rekognisi agar perguruan tinggi dapat memberi kontribusi efektif dalam penyusunan roadmap pembangunan.
Kegiatan ini dihadiri para pejabat OPD Provinsi Papua Selatan, civitas akademika Universitas Musamus, serta mahasiswa dari lima perguruan tinggi yang tergabung dalam tim Ekspedisi Patriot Salor. Kehadiran mereka memperlihatkan betapa isu pembangunan kawasan transmigrasi telah menjadi perhatian lintas generasi.
Gubernur Papua Selatan, Prof. Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST., MT., juga hadir memberikan pemaparan strategis mengenai reposisi peran perguruan tinggi. Ia menekankan bahwa kampus harus bergerak dari model tradisional menuju tipe universitas kewirausahaan.
“Peran perguruan tinggi sangat luas. Akan tetapi perguruan tinggi, termasuk Universitas Musamus, harus bertransformasi dari teaching university menjadi research university untuk menuju entrepreneurship university. Atau dalam bahasa lain, dari agent of education menjadi agent of innovation untuk mengarah kepada agent of economic growth,” tegasnya.
Gubernur Apolo juga menyinggung contoh keberhasilan negara tetangga, yang melalui kekuatan riset mampu menempatkan dua kampusnya di jajaran universitas terbaik dunia.
Pada sesi berikutnya, Drs. Johanes Gluba Gebze anggota Tim Eksekutif Percepatan Pembangunan Papua sekaligus mantan Bupati Merauke dua periode membagikan motivasi awal yang mendorong lahirnya Universitas Musamus. Ia menilai perguruan tinggi harus berada sedekat mungkin dengan masyarakat agar akses pendidikan tidak menjadi beban.
“Papua kalau mau maju harus dikelilingi universitas di mana-mana. Termasuk di sini di Papua Selatan, saya mendorong berdirinya Universitas Musamus, supaya para pemuda otaknya bisa diisi, jangan cuma perutnya saja yang diisi. Jadi, kita putuskan harus bawa universitas ke tengah-tengah mereka!” tegasnya.
Dalam paparannya, ia juga menyitir sejarah dan perjalanan etnografi suku-suku di Papua Selatan serta dinamika masa kolonial hingga integrasi ke NKRI. Menurutnya, pembangunan harus terus dievaluasi agar Papua tidak menjadi “sorga yang gagal”.
Suasana diskusi semakin hidup dalam sesi dialog. Para dosen, mahasiswa, dan perwakilan OPD mengajukan beragam pertanyaan serta keresahan. Gubernur Apolo dan Johanes Gluba merespons secara terbuka, menegaskan bahwa pembangunan Papua Selatan membutuhkan ide, gagasan, dan kerja sama berkelanjutan.
“Kolaborasi bukan soal uang, melainkan soal ide dan gagasan. Inilah pentingnya kita menyelenggarakan seminar semacam ini,” ujar salah satu peserta.